Halaman

Jumat, 25 Januari 2013

Contoh Speech English

Name    : Dewi Maya Sari
NIM    : 20100420193


Assalamualaikum wr.wb.
Good morning everybody

       Eating and drinking it’s important for humans. Everybody has different habits in eating and drinking. But, not everyone knows their habits  right or wrong. Have you thought about the habit if it’s a wrong habit? And if the habit is wrong, have you ever thought how it comes to our health?
Today, I want to talk about “ False habits of eating and drinking”. The purpose of my presentation this time is we know which is right and false habits. First, I want to start by discuss the habits that we often do while eating and drinking. After that, I will explain what's wrong habits and their impact on our health. And finally, I will give suggestions and conclusion of my presentation.


       Well, I will start with a habit that we often do while eating and drinking. I took some samples of my habits and the people around me for example, drinking tea after a meal, drinking water before meals, eat fruit after a meal of rice, drinking milk mixed with tea and much more. There may be some of my friends who have a habit like that because I think it is a common thing for everyone. However, we do not know right or wrong habit.
To know it is right or wrong, next I will discuss the habits and the consequences on our health.


Drinking tea after a meal
       According to Dr. Soegih Rachmad, a nutritionist from Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, tea contains a substance called tannin. Tannin substance inhibits the production of hemoglobin causes a reduction in iron absorption. He said "When we eat a standard menu plus a glass of tea, iron is absorbed only half of it should be." So from now on, avoid drinking tea after a meal. Better to give pause about 2 hours after eating.


Drinking water before meals
       According to Professor Hiromi Shinya MD, an expert on the enzyme which is also professor of medicine at Albert Einstein College of Medicine USA, as quoted from his essay, 'The Miracle of Enzyme', suggested that drinking water is 1 hour before a meal. Because drinking water just before eating will make the process of absorption of food by the enzyme becomes more difficult. Who drink water takes 30 minutes to flow from the stomach into the intestines. So if you drink just before eating, the water had not been added into the intestines with the food that makes enzymes work harder.


Eat fruit after a meal of rice
       Carbohydrate-rich foods such as rice, will stimulate the pancreas to produce insulin. While the fruit is a food that contains fructose so it can also cause elevated levels of insulin. If you eat the rice first, the pancreas will work hard to cultivate rice and protein present in the side dishes and requires long hours. Andang Gunawan (originator of Food Combining Indonesia) said in a seminar, “people who eat fruit after a meal of rice, will only be effective if the fruit is eaten after 2-3 hours because the stomach will digest the rice first”. Thus, if the fruit is eaten after a meal of rice, the fruit already in the stomach will have a long queue to be processed so that it becomes rotten. Due to the nature of the fruit that can not last long.


Drink milk or juice and orange
       If the protein in milk to meet with tartaric acid in the juice, causing compaction, which will affect digestion and absorption of milk in the human body. Add juice and other acidic drinks the milk is not good. Because 80% of protein in milk is casein. When the pH of milk is lower than 4.6, a large number will agglomerate and precipitate the casein in the human body, which is difficult for the digestion and absorption. If severe, may cause indigestion or diarrhea.


Drinking milk mixed with tea
       Tea can improve blood flow and the ability of arteries to relax, but researchers from the Charite Hospital, University of Berlin says that milk can inhibit the protective effect of tea owned by inhibiting the occurrence of heart disease. The researchers also noted that the protein casein found in milk decrease the number of components found in tea are catechins, which have the ability to fight heart disease.
 

       Finally, I’d like to conclude that our habits such as drinking tea after a meal, drinking water before meals, eat fruit after a meal of rice, drink milk or juice and orange, drinking milk mixed with tea, it’s not good habit. So, since we already know, I suggest that we leave those habits because it will be bad for our health and health care is very expensive. Better to prevent than to treat.
I think it’s over, thank you for your attention and I’m so sorry for my mistake.
If you have any questions, feel free to ask.


Wassalamualaikum wr.wb.

Sabtu, 12 Januari 2013

Makalah Sistem Pengendalian Manajemen

HARGA TRANSFER (TRANSFER PRICING)

Harga transfer adalah nilai yang diberikan atas suatu transfer barang atau jasa dalam suatu transaksi yang setidaknya salah satu dari dua pihak yang bertransaksi merupakan pusat laba.

Tujuan Harga Transfer
  • Memberikan informasi yang relevan kepada masing-masing unit bisnis untuk menentukan imbal-balik yang optimal antara beban dan pendapatan perusahaan.
  • Menghasilkan keputusan yang selaras dengan tujuan perusahaan. Oleh karena itu sistem dalam perusahaan harus dirancang sdemikian rupa sehingga keputusan yang diambil dapat meningkatkan laba unit bisnis maupun laba perusahaan.
  • Membantu mengukur kinerja ekonomi dari unit bisnis secara individual.
  • Sisten harus mudah dimengerti dan dikelola.

Prinsip Dasar Harga Transfer
  • Harga transfer sebaiknya sama dengan harga yang akan dikenakan seandainya produk dijual ke konsumen luar atau dibeli dari pemasok luar.
  • Dalam menjalankan prinsip dasar diatas terdapat dua kebijakan, yaitu:
    • Kebijakan sourcing, yaitu kebijakan apakah akan memproduksi sendiri atau membeli dari pemasok luar.
    • Kebijakan harga transfer, yaitu kebijakan tentang tingkat harga produk yang akan ditransfer antar pusat laba, apabila produksi dilakukan secara internal.
  • Sistem harga transfer bervariasi dari yang paling sederhana (ideal) sampai yang rumit.

Metode Penentuan Harga Transfer
Secara umum ada beberapa jenis metode penentuan harga transfer yang dapat dilakukan, yaitu :
  • Metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable uncontrolled price/CUP);
  • Metode harga penjualan kembali (resale price method/RPM) atau metode biaya-plus (cost plus method/CPM);
  • Metode pembagian laba (profit split method/PSM) atau metode laba bersih transaksional (transactional net margin method/TNMM);
  • Penentuan harga transfer atas dasr biaya (cost based-transfer pricing);
  • Penentuan harga transfer atas dasar harga pasar (market based-transfer pricing);
  • Negosiasi (negotiated transfer pricing).

       Penerapan metode-metode di atas tidak bebas dilakukan tetapi harus dilakukan secara hirarkis. Pertama dimulai dengan menerapkan metode perbandingan harga antar pihak yang independen (CUP) sesuai dengan kondisi yang tepat. Jika metode perbandingan harga antar pihak yang independen (CUP) tidak tepat untuk diterapkan, wajib diterapkan metode penjualan kembali (resale price method/RPM) atau metode biaya-plus (cost plus method/CPM) sesuai dengan kondisi yang tepat.
Dalam hal metode penjualan kembali (resale price method/RPM) atau metode biaya-plus (cost plus method/CPM) tidak tepat untuk diterapkan, dapat diterapkan metode pembagian laba (profit split method/PSM) atau metode laba bersih transaksional (transactional net margin method/TNMM).

Metode Perbandingan Harga Antar Pihak Yang Independen (CUP)
       Metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable uncontrolled price) atau disingkat metode CUP adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan harga dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan harga dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa dalam kondisi atau keadaan yang sebanding. Contoh penggunaan metode CUP ini misalnya PT. A memiliki 25% saham PT. B. Atas penyerahan barang PT. A ke PT. B, PT. A membebankan harga jual Rp. 1.600,- per unit, berbeda dengan harga yang diperhitungkan atas penyerahan barang yang  sama kepada PT. X (tidak ada hubungan istimewa) yaitu Rp. 2.000,- per unit.
       Pada contoh tersebut harga pasar sebanding (comparable uncontrolled price) atas barang yang sama adalah yang dijual kepada PT. X yang tidak ada hubungan istimewa. Dengan demikian harga yang wajar adalah Rp. 2.000,- per unit. Harga ini dipakai sebagai dasar perhitungan penghasilan dan/atau pengenaan pajak. Kondisi yang tepat untuk menggunakan metode CUP ini adalah  :
  • barang atau jasa yang ditransaksikan memiliki karakteristik yang identik dalam kondisi yang sebanding; atau
  • kondisi transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan pihak-pihak yang tidak memiliki Hubungan Istimewa identik atau memiliki tingkat kesebandingan yang tinggi atau dapat dilakukan penyesuaian yang akurat untuk menghilangkan pengaruh dari perbedaan kondisi yang timbul.
       Apabila tak ada kondisi di atas yang sesuai, maka metode CUP tidak dapat digunakan dan Wajib Pajak harus menggunakan metode lainnya yang sesuai.

Metode Penjualan Kembali (RPM)
       Metode harga penjualan kembali (resale price method) atau disingkat metode RPM adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan harga dalam transaksi suatu produk yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan harga jual kembali produk tersebut setelah dikurangi laba kotor wajar, yang mencerminkan fungsi, aset dan risiko, atas penjualan kembali produk tersebut kepada pihak lain yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau penjualan kembali produk yang dilakukan dalam kondisi wajar. Misalkan PT. A memiliki 25% saham PT. B. Atas penyerahan barang ke PT. B, PT. A membebankan harga jual Rp. 1.600,- per unit. PT. A tidak melakukan penjualan kepada pihak ketiga yang tidak ada hubungan istimewa. PT. B  menjual kembali barang yang dibeli dari PT. A ke pihak yang tidak ada hubungan istimewa dengan harga Rp. 2.500,- per unit. Laba kotor sebanding untuk penjualan barang tersebut adalah 20% dari harga jualnya.
       Dalam menguji kewajaran harga penjualan dari PT. A ke PT. B, dapat  diterapkan metode RPM. Dengan menerapkan metode tersebut maka harga penjualan barang PT. A ke PT. B yang wajar untuk perhitungan pajak penghasilan/dasar pengenaan pajak adalah Rp. 2.000,- {Rp. 2.500,- – (20% x Rp. 2.500,-)}.
Kondisi yang tepat untuk menggunakan metode ini adalah :
  • tingkat kesebandingan yang tinggi antara transaksi antara Wajib Pajak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan transaksi antara Wajib Pajak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa, khususnya tingkat kesebandingan berdasarkan hasil analisis fungsi, meskipun barang atau jasa yang diperjualbelikan berbeda; dan
  • pihak penjual kembali (reseller) tidak memberikan nilai tambah yang signifikan atas barang atau jasa yang diperjualbelikan.

Metode Biaya Plus (CPM)
       Metode biaya-plus (cost plus method) atau metode CPM adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan menambahkan tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan yang sama dari transaksi dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan lain dari transaksi sebanding dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa pada harga pokok penjualan yang telah sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha. Contoh misalnya PT. A memiliki 25% saham PT. B. Atas penyerahan barang ke PT. B, PT. A membebankan harga jual Rp. 1.600,- per unit. PT. A tidak melakukan penjualan kepada pihak ketiga yang tidak ada hubungan istimewa.
       Dalam contoh di atas, maka harga yang wajar adalah harga pasar atas barang yang sama (dengan barang yang diserahkan PT. A) yang terjadi antar pihak-pihak yang tidak ada hubungan istimewa. Apabila ditemui kesulitan untuk mendapatkan harga pasar sebanding untuk barang yang sama (terutama karena PT. A tidak menjual kepada pihak yang tidak ada hubungan istimewa), maka dapat ditanggulangi dengan menerapkan harga pasar wajar dari barang yang sejenis atau serupa, yang terjadi antar pihak-pihak yang tidak ada hubungan istimewa.
       Dalam hal terdapat kesulitan untuk mendapatkan harga pasar sebanding untuk barang yang sejenis atau serupa, karena barang tersebut mempunyai spesifikasi khusus, misalnya semi finished products, maka pendekatan harga pokok plus (cost plus method) dapat digunakan untuk menentukan kewajaran harga penjualan PT. A. Misalnya diketahui bahwa PT. A memperoleh bahan baku dan bahan pembantu produksinya dari para pemasok yang tidak mempunyai  hubungan istimewa. Harga pokok barang yang diproduksi per unit adalah Rp. 1.500,- dan laba kotor yang pada umumnya diperoleh dari penjualan barang yang sama antar pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa (comparable mark up) adalah 40% dari harga pokok.
       Dengan menerapkan metode harga pokok plus maka harga jual yang wajar atas barang tersebut dari PT. A kepada PT. B untuk tujuan penghitungan penghasilan kena pajak/dasar pengenaan pajak adalah Rp. 2.100 {Rp. 1.500 + (40% x Rp. 1.500)}. Kondisi yang tepat apabila akan menggunakan metode CPM ini adalah
  • barang setengah jadi dijual kepada pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa;
  • terdapat kontrak/perjanjian penggunaan fasilitas bersama (joint facility agreement) atau kontrak jual-beli jangka panjang (long term buy and supply agreement) antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa; atau
  • bentuk transaksi adalah penyediaan jasa.

Metode Pembagian Laba (PSM)
       Metode pembagian laba (profit split method) atau metode PSM adalah metode Penentuan Harga Transfer berbasis laba transaksional (transactional profit method) yang dilakukan dengan mengidentifikasi laba gabungan atas transaksi afiliasi yang akan dibagi oleh pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa tersebut dengan menggunakan dasar yang dapat diterima secara ekonomi yang memberikan perkiraan pembagian laba yang selayaknya akan terjadi dan akan tercermin dari kesepakatan antar pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa. Metode PSM hanya dapat digunakan dalam kondisi sebagai berikut :
  • transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa sangat terkait satu sama lain sehingga tidak dimungkinkan untuk dilakukan kajian secara terpisah; atau
  • terdapat barang tidak berwujud yang unik antara pihak-pihak yang bertransaksi yang menyebabkan kesulitan dalam menemukan data pembanding yang tepat.

Metode Laba Bersih Transaksional (TNMM)
       Metode laba bersih transaksional (transactional net margin method) atau disingkat TNMM adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan persentase laba bersih operasi terhadap biaya, terhadap penjualan, terhadap aktiva, atau terhadap dasar lainnya atas transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan persentase laba bersih operasi yang diperoleh atas transaksi sebanding dengan pihak lain yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau persentase laba bersih operasi yang diperoleh atas transaksi sebanding yang dilakukan oleh pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa lainnya.
Metode TNMM ini digunakan jika tidak ada kondisi yang cocok yang dapat diterapkan untuk menggunakan metode CUP, RPM, CPM dan PSM. Dengan kata lain, metode ini adalah metode terakhir yang bisa digunakan jika metode yang lainnya tidak dapat digunakan.

Berdasarkan Harga Pasar
       Harga transfer berdasarkan harga pasar merupakan harga transfer pada situasi yang ideal. Penentuan harga transfer dengan harga pasar harus memenuhi beberapa kondisi, yaitu:
  • Manajer dibantu oleh staf-staf yang kompeten.
  • Manajer harus memandang bahwa harga transfer tersebut adil.
  • Harga pasar yang ditetapkan sebagai harga transfer seharusnya masih bisa dihemat karena adanya piutang tak tertagih dan biaya iklan.
  • Manajer harus mengetahui semua informasi yang relevan tentang pendapatan dan biaya serta masing-masing alternatifnya.
  • Manajer memiliki kebebasan untuk menentukan akan menjual atau membeli dari atau ke dalam dan keluar perusahaan.
Akan tetapi kondisi ini menhadapi beberapa hambatan, seperti:
  1. Sumber daya yang akan diperoleh atau dijual berada pada pasar terbatas karena kebutuhan dalam perusahaan yang besar, adanya produsen tunggal atau pertimbangan investasi yang telah dikeluarkan untuk membentuk suatu unit usaha.
  2. Pada Pasar terbatas harga transfer yg tepat adalah harga kompetitif (yaitu harga yang ditentukan dengan mempertimbangkan kontribusi setiap pusat laba thdp laba perusahaan).
  3. Harga kompetitif dapat ditentukan berdasarkan harga pasar yang telah ditentukan, penawaran (bid), maupun harga yang berlaku di pasar bebas.
  4. Pusat laba memiliki kelebihan atau kekurangan kapasitas industri. Apabila terdapat kelebihan kapasitas, pusat laba diarahkan untuk membeli atau menjual barang dari atau ke dalam perusahaan saja, dan sebaliknya.

Berdasarkan Biaya (Harga Pokok)
       Harga transfer berdasarkan biaya (harga pokok) ditentukan berdasarkan biaya ditambah dengan laba. Dasar biaya yang digunakan adalah biaya standar (biaya aktual produksi ditambah dengan insentif tertentu untuk menentukan biaya yang akan dijadikan standar). Penambahan laba (mark-up laba) dihitung dengan 2 keputusan, yaitu:
  1. Dasar penambahan laba, yaitu berdasarkan persentase dari biaya atau dari investasi.
  2. Besarnya laba yang diperbolehkan, yaitu dengan memperhitungkan biaya penggantian (replacement cost).
  3. Keterbatasan lain akan timbul berkaitan dengan biaya tetap, yang harus ditanggung pusat laba penjual dan pusat laba pembeli. Pada kondisi ini sebaiknya:
  • Kedua pusat laba menetapkan persentase biaya tetap yang harus ditanggung secara berkala.
  • Masing-masing pusat laba melakukan perhitungan harga transfer (Dua Langkah Penentuan Harga Transfer).
  • Menggunakan sistem pembagian laba (profit sharing), dimana produk yang ditransfer ke unit pemasaran ditentukan berdasarkan biaya variabel standar dan setelah terjual unit-unit usaha membagi kontribusi yang dihasilkan (harga jual dikurangi biaya variabel produksi dan pemasaran).
  • Menggunakan Metode Dua Kelompok Harga, yaitu unit produksi akan dibebankan berdasarkan harga jual dan unit pembeli dibebankan berdasarkan total biaya standar. Selisihnya dibebankan ke akun kantor pusat dan akan dieliminasi ketika laporan keuangan unit usaha dikonsolidasikan.

Berdasarkan Negoisasi
       Penentuan harga transfer berdasarkan negoisasi jika setiap divisi atau perusahaan memiliki komitmen otonomi atau desentralisasi, maka setiap manejer akan melakukan negoisasi apabila akan dilakukan transfer barang atau jasa. Dalam negosiasi manejer-manejer harus memperhatikan biaya produksi (cost) dan harga pasar, dan mereka juga harus memiliki pengetahuan yang bagus tentang keinginan perusahaan secara keseluruhan.

Penentuan Harga Jasa Korporat
       Jasa-jasa korporat yang berkaitan dengan kegiatan unit usaha juga harus diperhitungkan dalam harga produk yang dihasilkan atau dijual oleh unit usaha.
Jasa korporat dapat ditentukan dengan dua jenis transfer, yaitu:
  1. Pengendalian jumlah jasa korporat yang diterima oleh unit penerima, yaitu dengan biaya variabel standar, biaya  penuh atau biaya satndar penuh.
  2. Pilihan penggunaan jasa, yaitu manajer unit usaha juga diberi kesempatan untuk memilih dan menggunakan jasa dari luar jasa korporat.

Asministrasi Harga Transfer
1.      Negoisasi
       Harga transfer ditentukan dengan kesepakatan (kompromi) antara unit yg membeli dgn unit yg menjual.
2.      Arbitrase
       Harga transfer ditentukan dengan menengahi penentuan harga transfer antara unit yang membeli dengan unit yang menjual, oleh pihak korporat melalui arbritator. Arbitrase dapat dilakukan dengan beberapa cara:
  • Cara Formal, unit-unit yang terlibat dalam transfer produk akan memberikan laporan tertulis kepada arbritator. Setelah laporan tersebut ditinjau oleh arbritator, selanjutnya arbritator akan menentukan harga transfernya.
  • Dengan proses penyelesaian konflik, yaitu memaksa (forcing), membujuk (smoothing), menawarkan (bargaining) dan penyelesaian masalah (problem solving).

Jumat, 11 Januari 2013

Proposal Metopen



Contoh Proposal Metopen


PENGARUH  BUDAYA ORGANISASIONAL DAN KONFLIK PERAN TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI

PROPOSAL PENELITIAN
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Penelitian




Disusun Oleh:
Dewi Maya Sari
20100420193



PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2012





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah Penelitian
Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi kepuasan hidup karena sebagian besar waktu manusia di habiskan ditempat kerja  (Riggio, 1990). Menurut Gregson (1992) kepuasan kerja adalah sebagai pertanda awal komitmen organisasi dalam sebuah pergantian akuntan.
Globalisasi yang terjadi saat ini telah melahirkan perubahan disegala bidang. Lingkungan organisasi setiap saat berubah pula, sehingga organisasi bisnis dituntut untuk selalu melakukan perubahan dan melakukan adaptasi agar selalu dapat memenangkan persaingan. Ulrich (1998) dalam Hanggana (2003) menyatakan bahwa kunci sukses menghadapi sebuah perubahan ada pada sumber daya manusia. Sumber daya manusia dalam organisasi merupakan inisiator dan agen perubahan terus-menerus, pembentuk proses, serta budaya yang secara bersamaan meningkatkan kemampuan perubahan organisasi.
Kontribusi manusia dalam menghadapi perubahan tergantung tujuan yang dimiliki setiap individu yang ingin dicapai dengan bergabung dengan organisasi yang bersangkutan. Kontribusi individu terhadap organisasi akan semakin tinggi bila organisasi dapat memberikan apa yang diinginkan individu. Setiap individu anggota organisasi memiliki tujuan pribadi yang seringkali berbeda baik dengan tujuan individu anggota organisasi yang lain, maupun berbeda dengan tujuan organisasi.
Untuk tercapainya sebuah tujuan organisasi, organisasi harus dapat memberikan kepuasan kerja kepada setiap anggota organisasinya dengan demikian akan tercipta sebuah komitmen pada diri anggota organisasi untuk berbuat atau bekerja yang terbaik buat organisasi dimana ia bekerja. Komitmen organisasi dapat didefinisikan sebagai: (1) sebuah kepercayaan dan penerimaan terhadap tujuan-tujuan dan nilai-nilai dari organisasi dan atau profesi. (2) sebuah kemauan untuk menggunakan usaha yang sungguh-sungguh guna kepentingan organisasi dan atau profesi. (3) sebuah keinginan untuk memelihara keanggotaan dalam organisasi atau profesi Aranya et al. (1980) dalam Dwi dan Imam (2002)﴿.
Untuk menyesuaikan tujuan (Goal Congruence) maka diperlukan pimpinan yang mampu mengkoordinasi dan mengarahkan tujuan anggota dan tujuan organisasi menjadi harmonis. Gibson, Ivancevich dan Donnely (1997) dalam Hanggana (2003) mengemukakan bahwa pemimpin dalam organisasi diperlukan untuk menentukan tujuan, mengalokasikan sumberdaya, memfokuskan perhatian pada tujuan-tujuan perusahaan, mengkoordinasi perubahan, membina kontak antar pribadi, menetapkan arah yang benar atau yang paling baik jika terjadi kegagalan. Pencapaian tujuan organisasi dan individu anggota organisasi secara serentak merupakan tugas utama seorang pemimpin. Seorang pemimpin dituntut dapat mempengaruhi pengikutnya untuk menjalankan perintahnya tanpa menggunakan paksaan, sehingga bawahan secara sukarela berperilaku dan berkinerja sesuai tuntutan organisasi melalui arahan pimpinannya. Pemimpin mempunyai andil terbesar dalam menentukan keberhasilan organisasi dalam menghadapi perubahan. Setiap pemimpin dalam mempengaruhi perilaku dan kinerja pengikutnya mempunyai gaya kepemimpinan tertentu, yang mungkin berbeda antara satu pemimpin dengan yang lainnya.
Budaya merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota akan berperilaku sesuai dengan budaya yang berlaku agar diterima dilingkungannya. Menurut Robbins (1996) dalam Dwi dan Imam (2002) budaya organisasi adalah suatu  persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu; suatu sistem dan makna bersama. Salah satu implikasi manajerial yang lebih penting dari budaya organisasi berkaitan dengan keputusan seleksi.
Apabila seseorang karyawan merasa puas atas pekerjaannya, maka karyawan tersebut akan merasa senang dan terbebas dari rasa tertekan sehingga akan menimbulkan rasa aman dan nyaman untuk tetap bekerja pada organisasinya, sehingga tidak akan menimbulkan keinginan untuk mencari alternatif pekerjaan lain. Menurut Toly (2001) konflik peran muncul ketika ada berbagai tuntutan dari banyak sumber yang menyebabkan karyawan menjadi kesulitan dalam menentukan tuntutan apa yang harus dipenuhi tanpa membuat tuntutan lain diabaikan. Sedangkan menurut Wolfe dan Snake (1962) dalam Dwi dan Imam (2002), konflik peran timbul karena adanya dua “perintah” yang berbeda yang diterima secara berbarengan dan pelaksanaan salah satu perintah saja akan mengakibatkan terabaikanya perintah yang lain. Dalam budaya organisasi akuntan publik, konflik peran berhubungan dengan adanya dua rangkaian tuntutan yang bertentangan.
Keberhasilan atau kegagalan organisasi sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia karena sumber daya manusialah yang akan melakukan tugas-tugas organisasi agar tercapai sasaran organisasi dan manfaat-manfaat lainnya bagi karyawan.  Organisasi yang berhasil adalah organisasi yang mampu melihat sumber daya manusia sebagai asset yang harus dikelola sesuai dengan kebutuhan organisasi, karena asset manusia sangat penting dalam kompetisi dan strategi bertahan dalam jangka pendek dan jangka panjang.

B.      Rumusan Masalah Penelitian
            Berdasarkan latar belakang penelitian, maka penelitian ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
  1. Apakah budaya organisasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi?
  2. Apakah konflik peran mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi?
 
C.    Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
  1. Untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi.
  2. Untuk mengetahui sejauh mana konflik peran mempunyai pengaruh terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi.

D.    Kegunaan Penelitian
         Apabila tujuan penelitian ini dapat tercapai maka diharapkan dapat:
1.      Memperkaya kajian empiris, tentang budaya organisasi, konflik peran yang dikaitkan dengan kepuasan kerja dan komitmen organisasi.
2.      Menjadi referensi bagi peneliti lain yang berminat pada kajian yang sama.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.    Landasan Teori
Budaya Organisasional
Dalam pandangan Davis (1984) dalam Heru (2004) menyatakan bahwa budaya organisasional (values) organisasi yang dipahami,dijiwai dan dipraktikkan oleh organisasi sehingga pola tersebut memberikan arti sendiri dan menjadi dasar aturan berperilaku dalam organisasi. Schein (1992) dalam Heru (2004) mendefinisikan budaya organisasional sebagai suatau pola dari asumsi-asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan dan dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu dengan maksud agar organisasi mangatasi atau menanggulangi masalah-masalah yang timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan dengan cukup baik,sehingga peril diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan berkenaan dengan masalah-masalah tersebut.
Dalam pandangan schein (1992) dalam Heru (2004), budaya organisasional berada pada tiga tingkat, yaitu artifacts,espounsed values dan basic underlying assumption. Pada tingkat artifacs, budaya organisasional memiliki krakteristik bahwa struktur dan proses organisasional dapat terlihat. Pada tingkat berikutnya espounsed values, para anggota organisasi mempertanyakan “Apa yang seharusnya dapat mereka berikan kepada organisasi”. Pada tingkat ini organisasi dan anggotanya membutuhkan tuntunan strategi (strategies), tujuan (goal) dan filosofi dari pimpinan organisasi untuk bertindak dan berprilaku. Sedangkan pada tingkat basic underlying assumption berisi sejumlah keyakinan (baliefs) bahwa para anggota organisasi mendapat jaminan (take for granted) bahwa mereka diterima baik untuk melakukan sesuatu secara benar dan cara yang tepat.

Konflik Peran
Dalam budaya organisasi akuntan publik, konflik peran berhubungan dengan adanya dua rangkaian tuntunan yang bertentangan. Tanpa pengetahuan tentrang struktur audit yang baku, staff akuntan mempunyai kecenderungan  mangalami kesuliatan dalam menjalankan tugasnya, sehingga konflik peran akan lebih tinggi pada auditor yang bekerja pada KAP yang tidak mempunyai struktur audit (Bambar et al 1999). Misalnya dalam penugasan audit oleh KAP yang tidak mempunyai struktur audit, sehingga para auditor tidak mempunyai suatu gambaran yang jelas harus memulai suatu tugas  darimana. Di satu sisi, dia dituntut untuk menghasilkan suatu laporan sesuai yang diinginkan oleh perusahaan, dilain pihak dia akan dihadapkan oleh berbagai kepentingan klien yang diauditnya. Hal tersebut akan menimbulkan rasa bingung , khawatir dan cemas karena merasa sulit dalam melaksanakan tugas yang dibebankan padanya.

Kepuasan kerja
Menurut Robbins (1996) dalam Dwi dan Imam (2002) kepuasan kerja adalah sikap seseorang terhadap pekerjaan sebagai perbedaan antara banyaknya ganjaran yang diterima pekerja dan banyaknya yang diyakini yang seharusnya diterima. Kepuasan kerja juga dipengaruhi oleh fungsi dan kedudukan karyawan dalam organisasi. Karyawan pada level bawah lebih besar kemungkinan mengalami ketidakpuasan dan kebosanan karena pekerjaan yang kurang menantang dan tanggungjawab yang kecil. Hal ini terjadi pada karyawan pada level bawah yang berpendidikan tinggi yang memperoleh pekerjaan yang tidak sepadan dengan kemampuan keahliannya.
         Judge dan locke (1993) dalam Vince dan Indra (2002) menggambarkan bahwa kepuasan kerja mencerminkan kegembiraan atau sikap emosi positif yang berasal dari pengalaman kerja seseorang. Kegambiraan yang dirasakan oleh karyawan akan memberikan dampak sikap yang positif bagi karyawan tersebut. Apabila seorang karyawan merasa puas atas pekerjaannya, maka karyawan tersebut akan merasa senang dan terbebas dari rasa tertekan sehingga akan menimbulkan rasa aman dan nyaman untuk tetap bekerja pada budaya organisasinya.

Komitmen Organisasi
         Komitmen organisasi cenderung didefinisikan sebagai suatu perpaduan antara sikap dan perilaku. Komitmen organisasi menyangkut tiga sikap yaitu : rasa mengidentifikasi dengan tujuan organisasi, rasa keterlibatan dengan tugas organisasi, rasa kesetiaan pada organisasi. Menurut Aranya et al (1980) dalam Dwi dan Imam (2000) pengertian organisasi adalah (1) sebuah kepercayaan pada dan penerimaan terhadap tujuan-tujuan dan nilai-nilai dari organisasi dan atau profesi, (2) sebuah kemauan untuk menggunakan usaha yang sungguh-sungguh guna kepentingan organisasi dan atau profesi, (3) sebuah keinginan untuk memelihara keanggotaan dalam organisasi atau profesi
         Disamping itu juga komitmen organisasi dapat menunjukkan keyakinan dan dukungan yang kuat terhadap nilai dan sasaran yang ingin dicapai organisasi, sehingga individu berkomitmen tinggi agar mendahulukan kepentingan organisasi serta berusaha agar organisasi lebih produktif dan profitable.
         Mobley (1976) dalam Suwandi dan Indriantoro (1996) mengidentifikasikan bahwa komitmen organisasi sebagai tingkat kekerpan identifikasi dan tingkat keterkaitan terhadap individu kepada organisasi tertentu yang dapat dicerminkan dengan karakteristik sebagai berikut:
1.      Adanya keyakinan yang kuat dan penerimaan atas nilai dan tujuan organisasi.
2.      Kesediaan untuk mengusahakan yanjg terbaik untuk organisasi, dan
3.      Adanya keinginan yang pasti untuk mempertahankan keikutsertaan dalam organisasi.



BAB II
METODE PENELITIAN

I.    Obyek Penelitian
Dalam penelitian ini metoda yang dilakukan dengan menggunakan metoda survei, pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner yang dikirimkan secara langsung ke Kantor Akuntan Publik (KAP) tempat dimana responden bekerja.

II. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua staf akuntan publik yang bekerja di Kantor Akuntan Publik di Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai tenaga pemeriksa yang profesional.

III. Teknik Pengambilan Sampel
Penelitian sampel dilakukan secara acak dengan metode simple random sampling, dimana setiap staf Kantor Akuntan Publik mempunyai kesempatan yang sama untuk manjadi sampel dalam penelitian. Kuesioner-kuesoner yang telah diisi oleh responden kemudian diseleksi terlebih dahulu untuk mendapatkan kuesioner ang terisi secara lengkap dan memenuhi kriteria yang dikehendaki oleh peneliti.

IV. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari responden melalui pengisian kuesioner yang diberikan pada responden yang berkaitan dengan variasi penelitian yaitu  gaya kepemimpinan transformasional, budaya organisasional, job insecurity, konflik peran, komitmen organisasi dan kepuasan kerja.

V.    Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei langsung atau mendatangi masing-masing Kantor Akuntan Publik yang menjadi obyek penelitian. Cara ini dimana paling efektif untuk mendapatkan data penelitian.

VI. Metode analisis data
a.       Uji Validitas
Uji validitas dimaksudkan untuk mengukur kualitas kuesioner yang digunakan sebagai instrumen penelitian, sehingga dapat dikatakan instrumen tersebut sudah valid. Instrumen dikatakan valid jika instrumen tersebut mampu mengukur apa yang diinginkan dan mengungkap data yang ditelti secara tepat.
Dalam penelitan ini uji validitas dilakukan dengan menggunakan Product Moment Pearson’s Correlatons yang menghitung korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan skor total (Husein Umar, 2002 : 190)
r   =           n (SXY) – (SX SY)                        
        Ö[ nSX2 – (SX)2] [nSY2 – (SY)2]
Dimana :
n    : jumlah responden
X   : variabel independen
Y   : variabel dependen

b.      Uji Reliabilitas
Uji Reliabilitas adalah suatu pengujian untuk mengukur sejauh mana hasil suatu pengukuran tetap konsisten, bila dilakukan pengukuran lebih dari satu kali terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama. Uji Reliabilitas dilakukan dengan menghitung Cronbach Alpha dari masing-masing instrumen dalam suatu variabel. 

c.       Uji Hipotesis dan Analisis Data
Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini, penulis menggunakan formulasi regresi linear berganda. Secara umum rumus dari regresi linear berganda dengan empat variabel independent (X). formulasinya yang digunakan yaitu : (Zaenal Mustafa EQ, 1995 : 127)
Y1       : b0 + b1X1 + b2X2
Y2       : b0 + b1X1 + b2X2
Dimana :
Y1       = variabel dependent yaitu kepuasan kerja
Y2       = variabel dependent yaitu komitmen organisasi
b0        = konstanta
b1…b2 = koefisien regresi
X1       = variabel independent budaya organisasi
X2       = variabel independent konflik peran

d.      Uji Hipotesis untuk koefisien regresi secara parsial
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh masing-masing koefisien regresi sebagai penaksir atau penguji signifikan tidaknya hubungan antara variabel independent terhadap variabel dependen. Pengujian ini menggunakan uji t-test sebagai berikut :
H0       : β1 : β2 = 0
H1          : β1 : β2  0
Kriteria pengujian :
1.      Bila t hitung kecil < -t tabel atau t hitung > t tabel, maka Ho ditolak berarti bahwa antara variabel independent yaitu budaya organisasi (X1), konflik peran (X2), dengan variabel dependent yaitu kepuasan kerja (Y1) dan komitmen organisasi (Y2) terdapat hubungan yang signifikan.
2.      Bila t tabel > t hitung > -t tabel, maka Ho ditolak berarti bahwa antara variabel independent yaitu budaya organisasi (X1), konflik peran (X2), dengan variabel dependent yaitu kepuasan kerja (Y1) dan komitmen organisasi (Y2) tidak terdapat hubungan yang signifikan.






DAFTAR PUSTAKA


Arfan Ikhsan – Muhammad Ishak, 2005. Akuntansi Keperilakuan, Salemba empat, Jakarta.

Dwi, dan Imam, 2002. Pengaruh Jabatan, Budaya Organisasional dan Konflik Peran terhadap Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi : Studi Empiris di Kantor Akuntan Publik, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 5 : 5341 – 364.

Dyah, 2002. Antaseden dan Konsekuensi Tekanan Peran (Role Strees) pada Auditor Independen, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 5 : 178 – 192.

Hanggana, Sri, 2003. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Senior Auditor terhadap Komitmen Organisasional, Perilaku Extrarole, dan Kinerja Asisten Auditor, Tesis, UGM, Yogyakarta.

Heru. Kurnianto Tjahjono, 2004. Hubungan Budaya Organisasional, Keefektifan Organisasional dan Kepemimpinan : Telaah Prespektif untuk Riset Kompak, No. 10 : 132-148.

Suwandi, dan Indriantoro, 1999. Pengujian Model Turnover Pasewark dan Strawser : Studi Empiris pada Lingkungan Akuntansi Publik, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 2 : 173 – 195.

Indriantoro, Nur dan Supomo, Bambang,1999, Metodologi penelitian Bisnis Untuk akuntansi dan Manajemen BPFE, Yogyakarta.

Toly. 2001, Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Turnover Intentions pada Staf Akuntan Publik, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol.3 : 102 – 125.